Menurut Rajiman (Tarigan 1986 :1), ada empat macam keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh seseorang sebelum menguasai bahasa asing yang ingin dipelajarinya, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan menulis, keterampilan berbicara, dan keterampilan membaca.
Berikut bagan keterampilan berbahasa:
Dari bagan di atas kita dapat mengetahui bahwa menyimak dalam proses berbahasa merupakan keterampilan pemula yang harus dimiliki oleh seseorang yang sedang mempelajari suatu bahasa. Keterampilan ini memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan proses-proses berfikir yang mendasari bahasa. Hal ini dipertegas oleh Dawson sebagaimana yang dikutip oleh Tarigan bahwa melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berfikir”. (Tarigan, 1986:1)
Kalau kita melihat kata Istima’ secara sepintas, maka kata tersebut sama dengan kata “samaa’” yang berarti mendengar. Sebagian orang berpendapat bahwa “istima’” dan “samaa’” memiliki pengertian yang serupa, padahal keduanya memiliki pengertian yang berbeda-beda. “samaa’” adalh kegiatan yang dilakukan indera pendengar secara tidak sengaja. Pada kegiatan ini telinga mendengarkan suara-suara yang sering di dengar oleh seseorang yang mana suara-suara tersebut tidak memiliki makna, karena di tidak menaruh perhatian kepada apa yang didengarnya dan tidak juga mencoba untuk memahami apa yang didengarnya itu. Sedangkan “Istima’” adalah kegiatan yang dilakukan indera pendengaran secara disengaja. Pada kegiatan ini, seseorang menyimak dengan sungguh-sungguh dan dia merekam apa yang didengarnya dalam otak dan berusaha untuk memahaminya. Pada kegiatan ini biasanya seseorang menyimak kata atau kalimat dari bahasa yang baru baginya (bahasa asing). Berikut ini peneliti mengemukakan beberapa pendapat para ahli mengenai istima’.
Istima’ (menyimak) menurut Tarigan adalah suatu proses memperhatikan lambang-lambang ucapan yang berisikan ungkapan dan penjelasan untuk memperoleh berbagai informasi dan untuk memahami makna yang disampaikan oleh pembicara dengan cara mengucapkannya atau bahasa lisan (Tarigan, 1986: 27).
Pendapat lain dikemukakan oleh Anderson, kalau membaca merupakan proses besar melihat, mengenal, serta menginterpretasikan lambang-lambang tulis, maka menyimak dibatasi sebagai proses besar mendengarkan, mengenal, serta menginterpretasikan lambang-lambang lisan” (Tarigan, 1986: 9).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1988: 40), yang dimaksud dengan menyimak adalah mendengarkan, memperhatikan baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca orang.
Dari teori-teori di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa menyimak adalah kemampuan memahami makna dengan mendengar bahasa yang dibicarakan, dan menyimak pada umumnya memiliki persamaan dengan membaca. Jika kemampuan kosakata dan kemampuan menganalisis struktur kalimat kurang, baik menyimak ataupun membaca tidak akan berjalan dengan baik.
2. Proses Menyimak
Keterampilan menyimak merupakan proses menyusun kata sebagaimana yang terdapat pada keterampilan bahasa lainnya. Hal ini dikarenakan keterampilan ini tidak bersifat menerima apa yang didengarnya secara sepintas, tetapi dia juga meliputi memilihnya, mengevaluasinya serta meresponnya.
Tarigan membagi proses menyimak kepada lima tahapan sebagai berikut:
- Tahap mendengarkan (hearing). Dalam tingkatan ini pendengar mengetahui tekanan suara yang tidak memiliki arti.
- Tahap Pemahaman (understanding). Pada tingkat ini pendengar dapat memahami apa yang diucapkan pembicara.
- Tahap menafsirkan (interpreting). Pada tahap ini pendengar tidak hanya mampu mendegar dan memahami apa yang didengarnya saja, melainkan dia sudah bisa menafsirkan makna-makna yang didengarnya.
- Tahap penilaian (evaluating). Pada tahap ini penyimak mulai menilai atau mengevaluasi apa yang disampaikan pembicara. Dan dia menilainya pada dua aspek, yaitu kekurangan dan kelebihannya.
- Tahap merespon (responding). Pada tahap pendengar mulai merespon semua yang disampaikan oleh pembicara.
Untuk situasi di Indonesia, materi yang dapat digunakan untuk mengajar menyimak secara bertahap adalah:
3.1. Fase pengenalan
Fonologi (fonem-fonem), kata-kata, frase-frase, dan kalimat-kalimat.
Melakukan respons non-linguistik
3.3. Fase pemahaman
Menjawab
pertanyaan-pertanyaan mengenai isi bacaan pendek, percakapan para
penutur asli, percakapan melalui telepon dan sebagainya.
3.4. Fase pemahaman “lanjut”
Bertanya jawab tentang isi berita radio, TV, penyajian bahan otentik, dan sebagainya. (Subyakto, 1993: 157-158)
Lebih lanjut Sri Utari Subyakto menjelaskan bahwa memang lebih baik
pelajar dianjurkan untuk mendengarkan materi yang otentik sebanyak
mungkin, tetapi itupun memberi problem pula kepada pelajar yang sudah
tinggi tingkatan kemampuannya, karena mereka sedikit banyak akan bingung
mengikuti wacana yang demikian banyak “kesalahan-kesalahannya”. Untuk
menghindari rasa kebingungan pada pihak para pelajar, mungkin lebih baik
apabila guru menggunakan “wacana otentik yang disimulasi”, yang berarti
bahwa guru merekam suara pembicara yang diberi pengarahan terlebih
dahulu, tanpa mengorbankan keotentikan bahasanya (Subyakto, 1993: 164).4. Media menyimak dan kegunaannya
Dalam menyimak pun seseorang membutuhkan alat atau media yang dapat membantu mereka, diantaranya adalah alat atau media yang didengarkan dan dilihat (audio-visual). Yang termasuk kedalam kategori ini ialah radio, tape-recorder, laboratorium bahasa, film, dan video.
Adapun kegunaan-kegunaan penggunaan alat atau media ini antara lain ialah:
- Memberi kesempatan kepada pelajar untuk berlatih secara mandiri di dalam maupun di luar ruang kelas;
- Meringankan/membantu/melengkapi peran guru;
- Memberi model yang tetap kepada pelajar, khususnya kalau rekaman berisi ulangan-ulangan yang banyak dan intonasi-intonasi yang tertentu;
- Mendengarkan suara beberapa orang penutur asli di kelas sehingga pelajar dapat membedakan suara orang wanita, pria, anak, pemuda dengan segala ragamnya.
- Merekam suara pelajar agar dapat digunakan oleh guru dalam mengevaluasi penguasaan bahasa target dan oleh pelajar untuk mengevaluasi hasil produksi diri sendiri (Subyakto, 1993: 207).
source : FBdS